Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru dalam mengambil sebuah keputusan hendaknya sebijak mungkin dengan memperhatikan segala aspek serta merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, sehingga bisa dijadikan rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah. Hal ini sejalan dengan semboyan patrap triloka Ing Ngarso sung tulodho.
Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru dalam mengambil keputusan juga membutuhkan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang kita ambil, karena tidak ada keputusan yang bisa sepenuhnya mengakomodir seluruh kepentingan para pemangku kepentingan. Hal ini akan memberi semangat serta motivasi guru untuk selalu berkarya dan berinovasi (Ing Madyo Mangun Karso) memberikan yang terbaik bagi pendidikan yang secara tidak langsung memberi semangat juga bagi semua warga sekolah terutama peserta didiknya.
Proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, dengan segala kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills) akan mewujudkan Tut wuri handayani dengan memberikan dorongan secara moril maupun materiil bagi semua warga sekolah tak terkecuali murid-muridnya.
Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan. Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita secara kodrati sebagai makhluk tuhan bahwa segala perilaku dan perbuatan kita sekecil apapun akan dipertanggungjawabkan kelak diakhirat. Kaitannya sebagai seorang pendidik nilai kejujuran, integritas, bisa diajarkan melalui pengamalan dan keteladan pada murid-murid kita. Selain itu, pengamalan ajaran-ajaran dari Tuhan akan membawa kebaikan bagi kita dan orang lain yang sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal.
Dalam melaksanakan tugas sebagai seorang pendidik, guru juga harus memiliki keterampilan coaching. Keterampilan ini sangat membantu dalam menguji pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah keputusan-keputusan yang kita ambil berbasis etika, sesuai visi misi sekolah yang berpihak pada murid, budaya positif, serta nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi, sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan juga akan lebih jelas. Keterampilan coaching juga dibutuhkan guru untuk mengoptimalkan potensi serta bakat dari setiap anak didiknya. Dengan coaching, guru bisa membantu peserta didik menyingkirkan sumbatan-sumbatan atau hambatan yang menghalangi proses belajar murid. Harapannya guru sebagaai coach mampu memotivasi dan mendorong serta membantu anak didiknya menemukan serta menggali potensinya secara optimal.
Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika akan semakin mengasah empati seorang pendidik. Empati yang terlatih akan mampu memetakan paradigma dilema etika agar pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran lebih bijak. Tentu saja rasa empati dan pengelolaan diri dengan kesadaran penuh (Mindfulness) akan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan tersebut.
Dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yang tepat yaitu pengambilan keputusan berbasis etika, sesuai visi misi berpihak pada murid, budaya positif serta nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan akan jelas yang mewujudkan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman sehingga tercipta profil pelajar pancasila. Dengan memetakan 4 paradigma dilema etika yaitu individu vs masyarakat, rasa keadilan vs rasa kasihan, kebenaran vs kesetiaan dan jangka pendek vs jangka panjang. Pengambilan keputusan juga berpegang pada 3 prinsip pengambilan keputusan yaitu prinsip berbasis hasil akhir, prinsip berbasis peraturan, dan prinsip berbasis rasa peduli. Serta dipadukan dengan 9 langkah pengambilan keputusan. Sembilan keputusan tersebut yaitu:
1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
2. Menentukan siapa saja yang terlibat
3. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan
4. Pengujian benar atau salah yang didalamnya terdapat uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, uji keputusan panutan/idola
5. Pengujian paradigma benar lawan benar
6. Prinsip Pengambilan Keputusan
7. Investigasi Opsi Trilemma
8. Buat Keputusan
9. Tinjau lagi keputusan Anda dan refleksikan
Tidak dipungkiri, bahwasanya dalam pengambilan keputusan yang melibatkan dilema etika dan bujukan moral mengalami kesulitan-kesulitan. Kesulitan-kesulitan dalam pengambilan keputusan terkait dilema etika diantaranya disebabkan oleh nilai-nilai dan budaya masyarakat yang terkadang terasa kabur ketika dihadapkan pada nilai dan budaya yang lain. Paradigma berpikir dari semua warga sekolah serta masyarakat lingkungan sekolah yang terkadang terpengaruh kodrat zaman. Terlebih lagi ditengah arus globalisasi di segala bidang terutama teknologi yang sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat sekarang ini.
Sebagai seorang pendidik, guru harus memiliki keterampilan pengambilan keputusan yang baik. Kaitannya dalam lingkup sekolah terutama sebagai pemimpin pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas, guru dalam mengambil keputusan hendaknya memerdekakan murid-muridnya. Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yang tepat yaitu pengambilan keputusan berbasis etika, sesuai visi misi berpihak pada murid, budaya positif serta nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan akan jelas yang mewujudkan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman sehingga bakat dan potensi dalam diri siswa bisa tercapai secara optimal hingga tercipta profil pelajar pancasila.
Pengambilan keputusan yang tepat dan bijak sebagai pemimpin pembelajaran akan sangat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya. Seorang guru ketika mengambil sebuah keputusan akan menjadi pembelajaran bagi setiap muridnya. Keputusan-keputusan itu akan menjadi teladan serta memotivasi dan mendukung potensi murid. Dan pada akhirnya membawa pengalaman yang sedikit banyak mempengaruhi cara berfikir mereka kelak. Setiap keputusan yang dibuat seorang guru dalam pembelajaran akan memaksimalkan potensi setiap anak atau sebaliknya. Sehingga keberhasilan seorang guru bukan hanya mengajarkan kecerdasan kognitif melainkan kecerdasan social- emosional serta spiritual secara menyeluruh. Hal ini sesuai dengan filososi Ki Hajar Dewantara bahwasanya maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat. (Ki Hadjar Dewantara, 1936, Dasar-dasar Pendidikan, hal. 1, Paragraf 4)